im体育app官方下载ios电竞

Akhir-akhir ini, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tentang langkah perpajakan dalam reformasi aturan perpajakan, tarif pajak penghasilan yang lebih tinggi untuk individu berpenghasilan tinggi, dan rencana mekanisme pajak karbon yang baru. Ketentuan dalam Undang-Undang HPP mengatur kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% (sepuluh persen) menjadi 11% (sebelas persen) efektif mulai 1 April 2021, dan secara bertahap akan meningkat menjadi 12 persen % (dua belas persen) efektif pada tanggal 1 Januari 2025.
Ketentuan ini berlaku untuk penjualan hampir semua barang dan jasa dengan pengecualian atau pembatasan yang tunduk pada Menteri Keuangan.
A. Latar Belakang Perubahan Tarif PPN
UU HPP bertujuan untuk meningkatkan pemungutan penerimaan untuk pemulihan ekonomi dan meningkatkan kepatuhan pajak. Indonesia bertekad untuk bangkit kembali setelah dihantam krisis keuangan akibat pandemi virus corona. Selain itu, berikut adalah pertimbangan untuk kenaikan PPN:
- Tarif PPN dunia rata-rata sebesar 15% (lima belas persen) sedangkan Indonesia sebesar 10% (sepuluh persen).
- Kinerja PPN (C-Efficiency) Indonesia adalah 63,58% (enam puluh tiga koma lima puluh delapan persen), artinya Indonesia baru mampu memungut 63,58% (enam puluh tiga koma lima puluh delapan persen) dari total PPN yang seharusnya dipungut. Hal ini dikarenakan masih ada barang dan jasa yang belum menjadi subjek PPN.
- Untuk memperluas basis perpajakan, barang tidak kena pajak dan jasa tidak kena pajak dijadikan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga dapat masuk ke dalam sistem perpajakan.
B. Pokok-Pokok Penting Pengaturan
Dalam UU HPP, hal-hal yang perlu diperhatikan terkait kenaikan PPN adalah sebagai berikut:
1. Objek dan Fasilitas
- Jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN adalah jasa kesehatan medis, pelayanan pendidikan, pelayanan sosial, dan barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh banyak orang. Namun, masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan dasar, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan sosial.
-
Pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN diberikan agar lebih mencerminkan keadilan dan tepat sasaran, serta dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha.
- Semua barang dan jasa adalah BKP/JKP, kecuali:
- makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, dll
- uang, emas batangan untuk kepentingan devisa negara
- jasa keagamaan
- jasa kesenian dan hiburan
- jasa perhotelan
- jasa yang disediakan oleh pemerintah
- jasa penyediaan tempat parkir
-
jasa boga atau katering
Jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering, yang tidak kena PPN yakni menjadi objek Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
-
Pengaturan kembali rincian kriteria fasilitas PPN yang dari semula 15 (lima belas) kriteria menjadi 10 (sepuluh) kriteria fasilitas PPN sebagaimana berikut:
- Mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang menjadi prioritas nasional
- Mengakomodasi kemungkinan kesepakatan dengan negara lain
- Mendorong peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksin nasional
- Meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan menjamin ketersediaan buku ajar umum, kitab suci, dan buku ajar agama dengan harga yang relatif terjangkau bagi masyarakat
- Mendorong pembangunan tempat ibadah
- Memastikan terselenggaranya proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan/atau pinjaman luar negeri
- Mengakomodasi kebiasaan internasional dalam mengimpor BKP tertentu yang dibebaskan dari bea masuk
- Menjamin ketersediaan BKP dan/atau JKP yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana non alam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana alam non nasiona
- Menjamin ketersediaan angkutan umum udara untuk mendorong kelancaran arus barang dan orang di daerah tertentu
- Mendukung ketersediaan barang dan jasa strategis tertentu dalam rangka pembangunan nasional
- Pengaturan ini dimaksudkan untuk memperluas basis PPN dengan tetap memperhatikan asas keadilan, asas kemanfaatan, terutama dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Tujuan kebijakan ini adalah untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang adil dan berkepastian hukum.
Baca juga: Perbedaan Antara Pro Bono dan Pro Deo
2. Barang dan Jasa Tidak Kena Pajak
Produk yang termasuk barang tidak kena pajak antara lain:
- produk hasil pengeboran atau pertambangan yang diambil dari sumbernya, seperti gas alam, minyak mentah, energi panas bumi, kerikil dan pasir, bijih besi, bijih tembaga, bijih emas, bijih perak, batu gamping, batu permata, fosfat, tanah liat, dan batubara.
- Makanan dan minuman disajikan di hotel dan restoran.
-
Komoditas pokok seperti garam, beras, kedelai, jagung, sagu, daging segar, daging dalam kemasan atau tanpa kemasan, telur, susu, buah, sayur, umbi-umbian, bumbu dan gula
Lebih lanjut, Pasal 4A ayat (3) mengatur jasa tidak kena PPN diantaranya:- jasa pelayanan kesehatan medik;
- jasa pelayanan sosial;
- jasa pengiriman surat dengan perangko;
- jasa keuangan;
- jasa asuransi;
- jasa pendidikan;
- jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
- jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
- jasa tenaga kerja;
- jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam dan;
- jasa pengiriman uang dengan wesel pos
3. Kenaikan Bertahap
Mengingat tarif PPN Indonesia masih berada di bawah rata-rata global sebesar 15,4% (lima belas koma empat persen), Pemerintah Indonesia dengan mempertimbangkan daya beli dan pemulihan ekonomi secara bertahap menaikkan tarif PPN:
- 11% berlaku 1 April 2022;
- 12% berlaku paling lambat 1 Januari 2025;
yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini yaitu dalam rangka mengatasi dampak pandemi COVID 19 dalam bentuk vaksin bantuan sosial dan lain lain.
Kemudahan dan Kesederhanaan
UU HPP menjamin kemudahan dan kemudahan dalam pengenaan PPN sebagai berikut:
- Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung dan menyetorkan besarnya pajak dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak, yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor atau nilai lain.
- Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan, Pengusaha Kena Pajak yang peredaran usahanya tidak melebihi jumlah tertentu dan yang melakukan kegiatan usaha tertentu dapat menghitung dan menyetorkan besarnya pajak melalui mekanisme yang disederhanakan.
- Untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis barang dan jasa tertentu atau bidang usaha tertentu diterapkan tarif PPN “Final”, misalnya 1% (satu persen), 2% (dua persen) atau 3% (tiga persen) dari peredaran usaha sebagai diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
***
ADCO Law mendapatkan kepercayaan untuk mewakili klien dari perusahaan multinasional hingga entitas-entitas baru di berbagai industri untuk mencapai tujuan bisnis mereka di Indonesia.
ADCO Law sebagai Law Firm Jakarta membantu klien untuk menyusun, mengatur dan mengimplementasikan usaha bisnis dan investasi mereka, termasuk penataan, pembiayaan, dan mengamankan investasi serta mendirikan perusahaan asing baru di Indonesia.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai masalah ini, jangan ragu untuk menghubungi kami
ADCO Law
Setiabudi Building 2, 2nd Floor, Suite 205C
Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Setiabudi Karet
Jakarta Selatan, 12920, Indonesia.
Phone : +6221 520 3034
Fax : +6221 520 3035
Email : inquiry@adcolaw.com
Penafian: Artikel ini telah disiapkan hanya untuk tujuan bacaan ilmiah dan pemasaran dari ADCO Law. Dengan demikian, semua tulisan yang dimuat di sini bukan merupakan pendapat hukum formal dari ADCO Law. Oleh karena itu, ADCO Law harus dibebaskan dari dan/atau tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang dilakukan oleh entitas yang menggunakan tulisan ini di luar tujuan ADCO Law.